Sabtu, 12 Februari 2011

Apa aja sih yang tersirat dalam “kesehatan”


Kesehatan ternyata tidak hanya suatu rangkaian kata, ternyata di dalamnya berbagai macam hal yang terkait di dalamnya. Nah, di Indonesia sudah memiliki sistem kesehatan nasional. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.  Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi:
1) Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata,
2) Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat,
3) Kebijakan pembangunan kesehatan, dan
4) Kepemimpinan.
Untuk sistem yang baik, perlu adanya penunjang yang harus dimiliki. Sumber dana kesehatan dapat diperoleh dari :
a. Pemerintah:
·      Dana Pemerintah Pusat
·      Dana Pemerintah Propinsi
·      Dana Pemerintah Kabupaten Kota
·      Saham Pemerintah dalan BUMN
·      Premi bagi jaminan kesehatan masyar akat miskin, yang dibayarkan oleh pemerintah
b. Swasta dan Masyarakat
·      CSR (Corporate Social Responsibility)
·      Pengeluaran Rumah Tangga, baik yang dibayarkan tunai atau melalui sistem Asuransi
·      Bantuan dari Luar Negeri
·      Hibah dan Donor dari LSM
Sumber pendanaan kesehatan dapat dibagi berdasarkan ideologi suatu negara :
a. Sosialis dan Welfare State
·      Di biayai penuh oleh pemerintah
·      Not for Profit
·      Public
b. Kombinasi
·      Kombinasi antara pendanaan pemerintah, swasta dan masyarakat
·      Sistem Asuransi Sosial
·      Public Private Mixed
c. Liberal-kapitalis
·      Harga Diserahkan kepada mekanisme pasar
·      Profit oriented
·      Fully Private
Begitu banyak tantangan nasional yang kita hadapi dalam membentuk suatu sistem kesehatan yang baik. Salah satunya terkait dengan penyebaran para tenaga kesehatan yang tidak merata. Oleh karena itu, perlu suatu manajemen untuk mengatur sumber daya manusia dalam insitusi pelayanan kesehatan.
Sumber daya manusia merupakan aset (Peter F. Drucker) :
a.    SDM bukanlah beban dan tanggung jawab, melainkan sumber daya, sumber penghasilan dan aset organisasi (rumah sakit)
b.    Pengelolaan SDM dimulai dari perencanaan sampai dengan pelepasan
c.     Pemanfaatan SDM dimulai dengan komunikasi, melalui proses komunikasi dan diakhiri dengan komunikasi
Nah, yang penting diperhatikan adalah bahwa para tenaga kesehatan, yaitu dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain juga memiliki budaya sendiri yang khas. Jadi, kita harus memahami perbedaan itu untuk mencapai budaya kerja yang diinginkan. Budaya kerja dan sistem kerja harus saling berkesinambungan untuk memperoleh output yang diharapkan. Tidak hanya itu, kita memerlukan reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) untuk memberi batas yang jelas akan hak dan kewajiban bagi tenaga kesehatan.
Dalam sistem kesehatan kita, ada suatu desentralisasi. Desentralisasi ini diharapkan mampu memberikan suatu program kesehatan yang maksimal bagi daerah masing-masing. Namun, entah mengapa tetap saja masih ada hambatan yang kita hadapi dengan sistem ini. Sistem ini ada yang menyalahgunakan untuk kepentingan individu. Apa itu desentralisasi? Desentralisasi adalah tranfer kebijakan fungsi publik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Bentuk desentralisasi antara lain :
a.    Dekonsentrasi : redistribusi wewenang pengambilan keputusan dan finansial dalam merespon suatu masalah, manajemen tanggung jawab pada tingkatan yang berbeda di pemerintahan nasional, missal staf kementrian yang berkantor di daerah
b.    Delegasi : tranfer kebijakan, pemerintah tidak campur tangan selama dapat dipertanggungjawabkan, contoh dinkes kabupaten
c.     Devolusi : transfer tanggung jawab untuk memberikan pelayanan terhadap pemerintah lokal untuk memilih kebijakan tertentu.
Kesehatan juga memiliki salah satu pelaku utama dalam menjalankan sistemnya, yaitu dokter.  Seorang dokter pastinya melakukan praktek kedokteran, Tahukah kalian kalau pusat dari praktek kedokteran itu adalah hubungan antara pasien dan dokter. Seorang dokter tidak memikirkan materi, melainkan memikirkan bagaimana hubungan antara dokter dan pasien terjalin dengan baik. Hubungan yang baik ini pun akan membuat hasil yang diharapkan, seperti kesembuhan pasien yang seutuhnya karena kesediaan pasien untuk sepenuhnya percaya akan tindakan dokter.
Ternyata praktek kedokteran tidak hanya memainkan ilmu, tapi juga seni untuk memperoleh diagnosis dan perawatan yang tepat bagi pasien. Praktik kedokteran merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Karena itu harus dilakukan oleh dokter yang memiliki etik dan moral yang tinggi, serta kompetensi yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. Praktek kedokteran juga diatur oleh negara kita Indonesia, aturan tercantum dalam UNDANG-UNDANG NO. 9/2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN (UUPK). Badan yang terlibat di dalamnya adalah Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).  KKI itu yang bertugas untuk melindungi masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan dokter. Sedangkan MKDKI mengatur segala kedisplinan dalam kedokteran, contohnya kasus malpraktek dokter.
Dokter harus memiliki surat tanda registrasi (STR) dan surat ijin praktek kalau mau praktek.
Berikut ini adalah alur registrasi dokter :
Pendidikan dokter >> ijazah dokter >> ujian kompetensi dokter >> sertifikat tanda registrasi >> surat tanda registrasi (internship) >> rekomendasi IDI >> SIP internship >> intership >> sertifikat tanda selesai intership >> sertifikat tanda registrasi. 
Setelah itu, dokter harus memiliki surat ijin praktek. IDI mewajibkan dokter yang berpraktik mengumpulkan bukti kegiatan pengembangan diri (Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan/P2KB) minimal sebesar 250 skp dalam 5 tahun. Bagaimana dengan dokter yang praktek di jauh dari fasilitas seminar dll? Ini merupakan slah satu hambatan dokter untuk praktek di luar Jawa, bahkan tempat terpencil. Mungkin pemerintah harus memiliki solusi yang tepat untuk masalah ini, misalnya meringankan waktu selama tugas di daerah terpencil sehingga memiliki kesempatan untuk memenuhi syarat perpanjangan surat ijin praktek.
Silahkan buka link berikut ini :